Minggu, 03 Oktober 2010

dongeng waktu kecil

Salah satu hal yang kusukai dalam hidup ini adalah melihat rangkaian huruf-huruf tersusun rapi dalam bentukan kalimat-kalimat yang menarik. Jutaan kali aku membaca , rasanya tetap saja adaa hal-hal baru yang aku jumpai dalam dalam setiap bacaan. Bahasa tidak mempunyai keterbatasan, tapi manusia yang selalu punya keterbatasan dalam mengungkapkan bahasa.



Setiap hari aku selalu mendapat jatah dua dongeng saat TK, tidur siang adalah jatah papah yang mendongeng. Papa selalu membacakan cerita dalam majalah Jayabaya sebagai pengantar tidur, saat itu keluargaku berlangganan majalah jayabaya,Majalah lokal khusus bahasa jawa. Didalam jayabaya biasanya ada halaman khusus tentang dongeng anak-anak. Aku dan adikku yang berumur 3tahun suka sekali mendengar cerita papa. Sebenarnya aku juga mempunyai satu adik bayi lagi berumur beberapa bulan, tapi sepertinya dia tidak masuk hitungan karena hanya bahasa bayi yang dimengertinya.Waktu itu aku sedikit bingung, bagaimana caranya para pendongeng mengetahui cerita dari para hewan-hewan lucu itu? Bukankah bahasa manusia dan hewan berlainan?



Jatah dongeng keduaku adalah saat tidur malam, tapi kali ini giliran nenek yang mendongeng. Nenek adalah orang yang paling banyak mempunyai koleksi dongeng. Tokoh utama favorit nenek adalah kepiting, entah mengapa dalam dongeng-dongeng nenek kepiting selalu menang melawan kancil,buaya,manusia atau raksasa. Semoga tidak ada kecemburuan sosial yang terjadi di dunia hewan.



Terkadang saat nenek mendongeng aku berdebat dengan adekku, dia merasa bahwa kepiting itu bewarna biru dan membawa pistol ditangannya. Sedang aku sendiri yang kala itu sudah lebih dewasa dari dia dan sudah pernah melihat gambar kepiting di buku gambar TK berpendapat bahwa kepiting bewarna merah dan tidak membawa pistol. Kami tidak ada yang mau mengalah, tapi di ujung pertengkaran kami adekku selalu menangis. Dan nenekku selalu membela. Ya, terkadang manusia itu suka membela yang kasihan daripada yang benar.



Dalam keluargaku ini, mama duduk di bangku cadangan dalam soal mendongeng. Mama hanya berperan saat papa atau nenek sedang tidak bisa mendongeng. Dongeng mama selalu punya ciri khas. Mama lebih suka mendongen tentang akhirat daripada hewan-hewan lucu. Dalam dongennya hewan-hewan lucu itu selalu tidak diceritakan di akhirat. Mereka hidup merdeka dalam akhirat. Nabi-nabi juga sering diceritakannya. Saat mama menceritakan tentang nabi sulaiman yang dapat berbicara dengan para hewan, aku merasa bahwa semua pendongeng itu adalah nabi sulaiman. Nenekku adalah nabi sulaiman khusus kepitiing. Jika hanya iberdua denganku mama lebih suka bercerita tentang hukuman di neraka, mungkin mamaku berharap agar aku lebih berani hidup di dunia karena neraka itu lebih kejam. Namun, bukannya insaf, aku malah bingung. Di umurku yang 5tahun, neraka di luar batasan pemikiranku. Itulah sebabnya aku lebih suka cerita tentang hewan-hewan lucu.



Jatah dongeng yang kudapat menjadi berhenti saat aku mulai kelas 4SD, saat itu aku diberi kamar baru. Mulai diharuskan untuk tidur sendirian dan pulang sekolah sesudaah dongeng selesai dibacakan. Saat itu umurku sudah 9 tahun, adekku dulu sudah 7tahun dan adek baruku umur 5tahun. Posisiku mulai digantikan dengannya.



Sekarang umurku sudah 19 tahun, dan adekku paling kecil sudah 15tahun. Tidak ada dongeng lagi, tidak ada cerita pengantar tidur lagi. Keluarga kami sudah tidak berlangganan majalah jayabaya, nenekku bahkan sudah lupa bahwa dulu dia mengidolakan kepiting. Adekku sudah tahu bahwa kepiting bewarna merah dan tidak membawa pistol.Semuanya telah berlalu tanpa disadari. Menjadi begitu berharga saat sudah terlewati.

Minggu, 26 September 2010

Bisikan Halusinasi Itu...

“ Pokoknya aku mau ke rumah nenek!!” kataku berteriak

Hari ini merupakan lebaran hari kedua, kemarin kami sekeluarga memang sudah ke rumah nenek meski hanya sehari. Entah kenapa, dari aku mulai dilahirkan sampai umurku 18 ini, jadwal pertama lebaran selalu kerumah nenek, kita semua menghabiskan waktu seharian dirumah nenek. Baru pada lebaran hari ke 2, kita silaturahmi ke tempat lain.

Ayahku heran, kenapa aku bisa sedemikian keras minta ijin ke rumah nenek. Ayahku tahu, aku lebih suka menghabiskan waktu untuk tidur dan menonton tv daripada ke desa. Dan aku sendiri juga bersikeras dalam hatiku bahwa aku harus pergi ke rumah nenek secepatnya.

Baiklah, sepertinya kalian memang penasaran. Kuceritakan saja alasanku kenapa aku harus menentang ayahku si-pria-paling-berharga.semenjak lebaran hari pertama aku sering mengalami kegelisahan total. Aku takut, cemas, kasihan dan bingung menjadi satu dalam perasaanku tanpa mampu aku jelaskan apa yang sedang terjadi. Anehnya kegelisahan itu hanya kualami jika aku sedang berada di rumah. Namun, sayangnya aku sendiri tidak terbiasa mengungkapkan sesuatu. Akhirnya semuanya aku rasakan sendiri, meski kadang ingin berontak.

Kegelisahanku sendiri berawal dari berita duka yang dibawa oleh tetanggaku, saat kami sekeluarga sedang dirumah nenek, kami medapat kabar dari tetangga bahwa bu Ani mengalami kecelakaan yang parah dan kepalanya langsung gegar otak. Setelah mendengar kabar itu, aku menjadi ketakutan. aku menjadi berhalusinasi, memang aku sering mengalami halusianasi tapi tidak sekuat ini.

Setiap kali aku ayah, ibu atau sodara lainnya membicarakan tentang ibu ani, perkembangan kesehatanya atau tentang kebaikan-kebaikan yang bua ani lakukan pada keluarga kami, aku menjadi semakin gelisah. Ketakutan itu kembali mucul. Setiap kali aku mendengar nama bu ani atau aku memikirkan beliau aku selalu merasa dalam hatiku ada bisikan halus “mati”.

“yah, kasian ya bu ani...dia kan orang baik” kata ibuku kepada ayah.

“mati” kata bisikan halus itu

“de, kamu kan yang paling sering mengantar kue untuk bu ani,pasti kamu sedih banget ya sekarang”kata ibu kepadaku

“mati”kata bisikan halus itu lagi

“yah, kira-kira gegar otak bisa sembuh gak” kata adikku yang SMP pada ayah

“mati” kata bisikan halus itu lagi dan lagi

Aku semakin takut,dari hari ke hari bisikan itu semakin kuat. Pada awalnya memang bisikan itu muncul saat beberapa kali tapi kemudia intensitasnya jadi makin sering. Makin banyak kata “mati” yang aku dengar. Makin banyak kata “takut” yang mucul dari hatiku.

“kalo mau mati, mati aja gak usah bilang-bilang” teriakku dalam ketakutan

“mati” sekali lagi ada yang berbisik lirih

Aku benar-benar takut, aku ingin mencurahkan perasaanku dengan satu orang saja apa yang aku rasakan. Namu, sepertinya apa yang aku rasakan harus aku tanggung sendirian. Setiap kali aku menemukan orang yang tepat untuk kuajak bicara tentang ketakutanku, lidahku mejadi kelu. Aku takut dianggap gila, aku takut dianggap aneh dan aku takut dianggap mencari perhatian. Aku merasa ini bukan sekedar halusinasi belaka. Ini benar-benar nyata.

Saat aku merasa di rumah, aku tidak lagi merasa hawa seperti biasanya. Aku hanya merasakan kegelisahan didalamnya. Aku benar-benar takut dan sendirian. Karena itu semua kuputuskan untuk pergi ke rumah nenek. Aku tahu aku tidak bisa sepenuhnya lari dari kata “mati” itu tapi setidaknya disana aku bisa sedikit lebih tenang.

Setelah melakukan perdebatan cukup panjang dan berbagai alasan realistis, ayahku akhirnya mengizinkan aku untuk menginap dirumah nenek. Aku merasa senang sekali, halusinasi itu memang masih terasa, tapi toh tak sesering dirumah karena dirumah nenek tidak ada yang mengenal bu ani.

Aku menjalani hari-hariku seperti biasa, dengan kegelisahan yang mulai sedikit demi bisa diatasi. Aku dapat lagi merasakan bahwa di dunia ini hawa “mati” bukan satu-satunya hawa yang ada. Aku dapat lagi merasakan bahwa aku bisa mengatasi ketakutanku. Sampai pada suatu sore saat aku sedang berkumpul dengan nenek aku mendapat sms singkat dari tetanggaku

“dek, gak pulang?bu ani meninggal.”

Kata Kami Kepada Pemerintah

Aku menikmati setiap detik dari kehidupanku, setiap sisi, setiap liku. Segalanya begitu berharga. Tidak ada kata yang bisa menceritakan. Penceritaan hanya akan membatasi pemahaman.



Disinilah, di halaman gedung DPRD kota aku biasa bermain. Aku belajar menghitung satu tambah satu, orang di DPRD menghitung satu milyar tambah satu milyar. Aku belajar menggambar kapal, orang di DPRD sibuk mengajukan proposal. aku bercerita rasanya ditangkap saptol PP, orang di DPRD bercerita rasanya membeli HP. Terkadang, aku merasa begitu jauh perbedaan kita. Meski kita sama-sama berada di gedung DPRD. Orang DPRD dan kita sama-sama datang untuk bekerja. Namun, orang DPRD datang untuk bekerja membuat undang-undang dan kami bekerja untuk mengharap belas kasihan.



Aku dilahirkan sama dengan anak-anak lain, melewati rahim ibu dan disambut dengan suka cita. Namun, aku melewati masa tumbuhku berbeda dengan anak-anak lain. Aku mengenal uang disaat aku belum tahu apa itu uang. Aku hanya disuruh menodongkan kaleng bekas kepada setiap orang di lampu merah. Dari situ aku mengenal uang, sesuatu yang menyebabkan aku berbeda dengan anak-anak lain. Mereka punya uang, aku tidak. Mereka tidak mencari uang, aku iya.



Tahukah orang-orang, jika aku sendiri tidak mengharapkan ditakdirkan untuk miskin apalagi mngemis seperti ini? Tahukan orang-orang aku juga mempunyai keinginan untuk diperhatikan? Tahukah orang-orang aku juga mempunyai keinginan untuk menjadi seseorang yang berguna untuk bangsa ini??



Lupakan tentang cita-cita, aku tidak mempunyai itu. Bagaimana aku bisa merencanakan apa yang bisa aku raih untuk 10 atau 20 tahun mendatang jika untuk makan besok saja aku kesulitan untuk mendapatkannya. Realitas lingkungan memaksaku untuk berhenti bercita-cita. ada mantan tukang yang jadi bos, Ada mantan sopir yang jadi menteri, ada penggembala sapi yang jadi presiden.namun, tidak ada mantan pengemis yang jadi bos, menteri apalagi presiden.



Setiap hari ada banyak hal yang bisa kukeluhkan kepada Tuhan, tapi percuma saja, aku merasa Tuhan hanya megabulkan doa orang-orang kaya yang kulihat bisa membeli apapun yang diinginkannya. Terkadang aku merasa lebih menuhankan pemberi sedekah daripada tuhan itu sendiri, mereka lebih nyata, saat ku mengadahkan tangan dan meminta uang mereka akan segera mengeluarkan recehannya tapi begitu aku minta Tuhan, harus menunggu dulu.



Menurut UUD '45 negara yang kutinggali ini "fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara di negara", sayangnya para pembuat hukum di negeri ini lupa apa yang mereka janjikan itu tidak mereka lakukan. Mereka lebih suka memperbaiki sistem pendidikan di negeri ini, tapi tidak memperbanyak pekerjaan yang ada. Seharusnya para sarjana itu ikut aku saja mengemis daripada menghabiskan waktu dan uang bertahun-tahun hanya untuk menjadi pengangguran.



Ah......... semakin memuakkan saja saat aku mulai berpikir tentang kehidupanku. Aku miskin, aku hina, aku tak berguna dan aku ingin meminta pertanggungjawaban kepada negeri ini, kepada pemerintah negeri ini yang telah membuat segala keapikan bahasa dalam undang-undang tapi tak bisa membuatnya menjadi nyata. Menjadi segeiltir manusia dari segelintir kepentingan yang menurut mreka tidak lebih penting dari jabatan membuatku harus berpikir sendiri. Mereka tidak bisa diandalkan untuk merubah nasibku.



Para petinggi negeri ini ingin sekali memusnahkan kami sebagai sampah masyarakat, dan kami pun ingin memusnahkan mereka sebagai kebusukan masyarakat. Sesungguhnya kami dan mereka saling bersaing dalam sebuah kanyataan yang tidak pernah diungkapkan.

Hidup itu Perlu Rencana

Seorang teman berkata padaku “sesuatu yang tidak direncanakan biasanya akan lebih terlaksana, makanya aku tidak merencanakan sesuatu untuk memulai sebuah acara”. Kalimat ini bukan kali pertama aku dengar, tapi entah mengapa kali ini aku merasa agak terusik dengan prinsip seperti ini.

Tidak tahu kenapa sampai detik ini orang-orang yang berprinsip seperti itu orang yang tidak/belum sukses. Belum ada orang sukses yang saya temui dalam hidup ini menjalani hidup tanpa perencanaan. Mungkin memang suatu hari nanti orang tanpa perencanaan akan sukses. Namun, tetap saja tidak akan sesukses orang penuh perencanaan.

Mungkin benar, ada BANYAK acara tanpa rencana yang berhasil . Namun, ada LEBIH BANYAK acara dengan rencana yang berhasil.

Manusia punya rencana, Tuhan menentukan. Jika manusia sendiri tidak punya rencana,bagaimana tuhan mau menentukan.

Jika ada suatu rencana, nonton misalnya, dapat berjalan sukses padahal direncanakan 1jam sebelum film dimulai. Hal itu dapat terjadi karena pihak yang diajak tidak diberi kesempatan untuk menolak. Lalu kenapa hal itu bisa terjadi terus menerus?? Tentu saja karena pihak yang diajak memang tipe orang sama, orang tanpa perencanaan. Lain halnya jika kita mengajak orang yang penuh perencanaan, 1 atau 2 kali mungkin bisa berjalan. Untuk ke 3 kalinya, jangan harap.

Seperti halnya hidup, manusia mempunyai kecenderungan lebih dekat dengan orang yang mempunyai cara pandang sama. Itulah mengapa jenis orang tanpa perencanaan merasa nyaman dengan orang tanpa perencanaan dan orang penuh perencanaan juga merasa nyaman dengan orang penuh perencanaan.

Yuk ,merencanakan sesuatu dari sekarang. Pindahan dari zona “tanpa perencaan” ke zona “penuh rencana”. Tidak ada salahnya merencanakan sesuatu yang memberikan manfaat buat diri kita, tapi jika kita hanya mau menunggu kesempatan. Mau sampai kapan??

Jumat, 24 September 2010

Dede dan Dodo

Persahabatan itu tidak mengenal usia, jarak, jenis kelamin atau latar belakang. Untuk kasusku ini aku merasa ada yang perlu ditambahi, bahwa persahabatan itu juga tidak mengenal spesies dan makluk apakah kita. Yang terpenting dari itu semua adalah perasaan saling memahami dan saling melengkapi satu sama lain .

Persahabatan yang ingin kubagi sekarang adalah persahabatanku dengan Dodo, si motor tampanku. Tidak ada yang unik dari si dodo, dia hanyalah motor biasa dengan warna hitam tanpa tulisan merk berplat K 2069 DN. Paling enak jika pergi keluar dan motor tidak tahu diparkir dimana, maka akan terjadi percakapan seperti ini

“motornya apa,mbak” tanya mas parkir

“hitam polos,mas” jawabku santai

“hah?” kata mas parkir bingung

Untungnya sebelum para tukang parkir itu bertanya lebih lanjut, aku berhasil menemukan dodo. Mungkin mereka pikir motorku itu semacam permadani yang bisa bewarna hitam polos, polkadot atau berenda.

Aku menamainya Dodo setelaah melalui proses yang panjang dan rumit. Namaku Dede, jadi aku ingin mencarikan nama yang mirip-mirip dengan namaku. Mula-mula aku menamainya Meme, lalu keke, tapi sepertinya motor ku tidak setuju, dia melakukan aksi ngambek dengan mogok seenaknya waktu sedang kukendarai, lalu aku memberinya nama Lele. Aku suka sekali nama lele, ini mengingatkanku pada hewan lucu yang lezat. Namun, motorku itu makin ngambek menjadi-jadi. Tidak hanya mogok dijalan, sekarang dia jadi suka mengeluarkan ledakan terkadang disertai percikan api dari balik knalpotnya. Kalo sudah begitu aku paling Cuma mengelus-eLus kepalanya sambil berkata.

“kentutnya jangan terus-terusan ya ...nanti kita cari nama baru lagi”

Akhirnya aku mulai putus asa, nama Lele kuberikan saja pada laptopku, karena dalam bahasa indonesia mempunyai pengucapan “leptop”, jadi kurasa cocok jika nama panggilannya lele. Lele nama laptop dan Dede nama pemilik laptop. Lele baruku ini juga tidak pernah melakukan aksi ngambek seperti motorku ini. Dia memang laptop yang penuh keiklasan. Aku bahagia ditakdirkan hidup bersamanya.

Setelah nama Lele beralih ke laptop, aku kembali disibukkan dengan tanggung jawab memberi nama motor. Akhirnya ada suatu waktu Tuhan memberi ku sebuah inspirasi untuk menaminya “DODO”. Sebelum aku melakukan penggantian nama, kuajak dia ke bengkel. Ternyata mas bengkel bilang bahwa Dodo mengalami penyumbatan di saluran pembuangan, karena sering diisi bensin di pinggir jalan yang kemurniannya tidak terjamin. Akhirnya knalpotnya perlu untuk dibersihkan.Namun, itu tidak berlangsung lama, karena mas bengkel berhasil menyehatkan Dodo tanpa resiko kematian.

Terkadang aku menyesali hidup ini, kenapa tidak ada orang yang bisa berkomunikasi dengan Dodo seperti aku. Padahal Dodo itu teman curhat yang paling baik di dunia. Dia memahami kehidupanku sebagai manusia. Dia rela kuajak panas-panasan setiap hari tanpa mengeluh sedikitpun. Banyak sekali hal yang membuatku begitu mencintai Dodo, sebelum berangkat jalan-jalan selalu ku elus Dodo dengan kasih sayang


“dodo, jalan yuk... temenin aku ya, kita akan jadi petualang hari ini. jangan ngambek lagi”kataku lirih, aku berbohong kali ini. Dodo selalu utinggal lama di parkiran.

Seperti biasanya Dodo jarang menjawab apa yang kukatakan, dia memang sedikit mempunyai masalah komunikasi dalam menyampaikan apa yang dirasakan dan dipikirkannya, makanya dia lebih banyak diam. Jika dia mengalami suatu masalah yang membuat jiwanya tergonjang baru dia curhat, itupun harus di tempat yang tidak ada orang. Dodo malu menjadi terkenal jika orang-orang tahu kemampuannya dalam berbicara bahasa manusia.

Entahlah, mungkin sampai akhir hayatnya Dodo tidak ingin untuk bergaul dengan manusia lain selain aku, tapi dia ingin paling tidak manusia-manusia menghargai keberadaanya. Dia senang sekali setiap selesai kuajak jalan-jalan ada seorang temanku yang mengajaknya ngobrol atau sekedar menyapanya. Dodo memang teman terbaik, seorang teman yang bertangggungjawab dan dapat dipercaya, seperti isi dasa dharma Pramuka ke 9. Itulah yang membuatku untuk terus menyayanginya.

Rabu, 22 September 2010

Bayang-bayang di kamarku

Kamarku adalah sebuah tempat dimana semua keajaiban berasal. Kamarku selalu penuh keajaiban-keajaiban yang tidak terpikirkan oleh orang lain. Namun sayang, hanya aku yang bisa melihat semua keajaiban di kamarku ini. tentu saja karena semua keajaiban yang ada dalam kamarku tercipta untukku.

Pertama kali aku melihatnya dalam hidup ini saat dia masih sebentuk bayang-bayang dalam kamarku. Dia selalu hadir disaat aku akan beranjak tidur. Melayang-layang diatas diriku, lalu perlahan turun memelukku disaat tidur. Selalu ada di sampingku saat aku terbangun di malam sunyi dan menghilang saat pagi mulai datang.

Sejak saat itu, aku selalu merasa kedamaian selalu datang disaat aku tidur. Aku selalu takut malam hari tapi tidak saat bayang-bayang itu mucul. Rasa nyaman di peluknya membuat aku selalu ingin malam. Aku hanya menginginkan malam karena hanya saat malam bayang-bayang itu mucul. Aku juga membenci pagi, karena disaat pagi bayang-bayang itu pasti sudah menghilang. Aku juga tidak pernah melihat secara langsung saat bayang-bayang itu pergi, dan lewat mana dia pergi. Yang aku pedulikan hanyalah aku merasa nyaman dengan dia, dan aku tidak merasa perlu tahu tentang dia.

Bayang-bayang itu muncul jelas dalam hidupku sejak aku berumur 9tahun, saat aku belum mengenal pubertas pertama. Dan bukan kedewasaanlah yang menentukan pengetahuan, karena pada faktanya orang tuaku yang jauh lebih dewasa tidak pernah mengenal bayang-bayang.

Dari perkenalan pertama dengannya, dan kenyamanan bersamanya aku merasakan suatu perasaan ketergantungan. Aku hanya bisa tidur setelah bayang-bayang itu muncul. Seberapa sibuknya dia berada dalam dunia bayang-bayang dia harus tetap ada menemaniku dalam malam.

Si bayang-bayang menjadi satu-satunya temanku, dan semua yang terjadi antara aku dan dia hanya menjadi rahasia kita berdua. Pernah aku berkata kepada ayahku tentang bayang-bayang itu disaat umurku 10tahun.

“ayah,kenapa setiap malam aku melihat bayang-bayang di dalam kamarku? Apa ayah mengenalnya?” tanyaku di suatu waktu.

“hm.......” ayah sepertinya benar-benar bingung dan tidak mempunyai jawaban

“ jika belum, ayah harus berkenalan dengannya, dia hebat... bisa melayang-layang di udara. Sayangnya dia hanya datang saat malam hari” kataku bersemangat sekali

“sepertinya kita harus ke psikiater” kata ayah dengan wajah cemas

Setelah kejadian itu aku tidak pernah menanyakan kepada ayah tentang bayang-bayang itu. Aku tidak tahu apa itu psikiater, tapi melihat wajah cemas ayah aku merasa psikiater adalah seorang makluk yang dapat mengatasi semua masalah, semacam polisi mungkin.

Semenjak itu pulalah aku juga tidak ingin membicarakan dengan orang lain tentang bayang-bayang itu, aku bersyukur jika tidak ada yang mempercayai bahwa bayang-bayang itu nyata. Bagiku dia hanya hidup untukku dan orang lain tidak perlu tahu. Karena itu urusanku.

Sabtu, 10 Juli 2010

Alvin Si Malaikat II

Hari ini adalah hari yang benar-benar kunantikan. Aku menginginkan hari ini lebih dari hari-hari sebelumnya. Hari ini aku dan Amigo berjanji untuk bertemu di sudut surga ini untuk bersama-sama menemui T uhan. Kami ingin meminta keadilan kepada Tuhan, mengapa memberi manusia-si-makluk-egois dengan cinta, sesuatu yang bahkan kami para malaikat si-makluk-suci tidak pernah merasakannya. Rasanya mulai ada kesenjangan sosial diantara kaum malaikat dan kaum manusia.

“Amigo, jika kamu nanti bertemu Tuhan, kamu harus bersikap sopan. Tuhan sudah cukup sibuk mengurusi manusia-manusianya” kataku pada Amigo sebelum sampai pada Rumah Tuhan

“jadi Tuhan pasti lebih tidak menyenangkan. Harus mengurus malaikat, manusia , setan dan ciptaan lainnya. Lalu siapa yang akan mengurus Tuhan?” kata Amigo lirih

“sst...... jangan bicara seperti itu, kita bisa dibilang sesat oleh malaikat lain hanya karena menanyakan esensi Tuhan”kataku setengah berbisik

Untuk menuju rumah Tuhan tidaklah sulit. Kami mempunyai sayap bewarna putih yang tidak membutuhkan charger , bisa digunakan kapan saja. kami melewati hamparan rumput bewarna hijau yang begitu luas, melewati barisan pekerja surga memasang batu ruby pada gerbang-gerbang istana, dan melewati bidadari surga yang cantik.

Amigo dulu pernah bercerita padaku bahwa para manusia yang berjenis kelamin pria begitu mendambakan para bidadari surga. Terkadang ada sebagian dari mereka yang sangat berniat masuk surga karena mendambakan para bidadari ini. Jadi bagaimana jika mereka tiba di surga nanti tidak menemukan bidadari yang mau dengannya? Mungkin mereka juga ingin menemui Tuhan untuk meminta keadilan, seperti yang kami lakukan sekarang.

Tak terasa sudah cukup lama kami melakukan perjalanan ke rumah Tuhan, kami segera masuk ke dalam, kami melihat Tuhan juga sedang menunggu kami.

“hai, para malaikatku. Aku sudah menunggu kalian, katakan apa yang kalian inginkan” kata Tuhan dengan suara yang membuat aku bergetar

Aku tahu, Tuhan pasti berpura-pura tidak tahu.

“Tuhan, aku dan Alvin ingin menjadi manusia. Kami ingin mempunyai cinta, sebuah rasa yang hanya bisa dimiliki oleh manusia. Kami cemburu kepada manusia yang Kau beri banyak pilihan. Manusia dibiarkan menjalani hidup sesungguhnya dan memahami banyak hal. Namun , mengapa kami hanya ditakdirkan menjadi hanya menjadi pelayan dari manusia-manusia yang egois itu. Kapan kau memberikan kesempatan kami untuk menjadi manusia?” seluruh isi hati Amigo keluar lancar dari bibirnya.

“tentu saja, itu tidak mungkin kulakukan. Kalian para malaikat begitu berbeda dengan manusia. Kalian mungkin merasa bosan berada dalam surga ini. Namun, tanggung jawab yang dipikul oleh anak adam sangat berat. Semenjak dia dilahirkan, manusia sudah dituntut untuk belajar, manusia dituntut menjalani hidup sebagai peran yang telah ditakdirkan. Mereka adalah makluk paling sempurna yang kuciptakan. Namun, derajat mereka bisa lebih rendah dari hewan sekalipun” Tuhan mencoba menjelaskan

“tapi aku menginginkan cinta,Tuhan” kataku mulai putus asa

“apa gunanya cinta untuk kalian? tanpa cinta malaikat sudah bisa hidup damai. Sedang manusia dengan cintapun masih hidup dalam permusuhan. Aku hanya akan memberi apa yang kalian butuhkan bukan apa yang kalian inginkan. Kembalilah bertugas, aku sedang sibuk sekarang” kata Tuhan dengan muka sedikit kesal.

Kami akhirnya meninggalkan Rumah Tuhan dengan hati tertolak, kami harap suatu hari nanti Tuhan akan sadar dan memberi kesempatan pada kami untuk jadi manusia dan diperbolehkan merasakan cinta.

Gesekan-gesekan daun dan ranting surga menimbulkan irama yang begitu indah. Denting musik dari bambu taman seolah memberikan sebuah kekuatan agar kami tetap bertahan tinggal di surga, menjalani hari-hari sunyi sebagai malaikat.Sungai madu masih saja terlihat begitu lezat.

Setelah itu kami tidak pernah menemui Tuhan lagi. Amigo juga tidak pernah menceritakan tentang manusia apalagi membawakan aku energi cinta. Sampai suatu hari Amigo datang lagi sambil membawa sesuatu.

“semoga saja ini energi cinta” harapku cemas

“Alvin, aku membawakan kamu sesuatu”katanya berteriak bahagia

“apa itu? Energi cintakah?”diriku dipenuhi rasa penasaran, kubuka bungkusan itu dengan cepat

“itu adalah energi doa, itulah yang menghubungkanku dengan manusia dibumi, saat mereka berdoa aku membantu doa-doanya agar mencapai langit. Dan Tuhan bisa mengabulkan doa mereka. Jika suatu hari nanti kamu menginginkan menjadi manusia lagi. Tengoklah sedikit ke bawah surga, akan banyak benda seperti ini. Itulah doa. Ambil doa yang penuh dalam cinta dan masukkan ke surga. Nantinya surga akan dipenuhi cinta dan kamu tidak akan merasa kesepian disini” Amigo bercerita dengan mata yang berbinar-binar, sepertinya dia benar-benar bahagia kali ini

Semenjak itu setiap ada energi doa yang datang ke bawah langit surga, aku membawanya ke dalam surga. Aku benar-benar ingin surga dipenuhi oleh energi cinta. Dari energi cinta manusia aku merasakan pula apa yang mereka rasakan. Manusia makluk yang penuh cinta, juga penuh benci. Pengidap penyakit serakah. Dan sulit sekali disembuhkan.

Suatu hari nanti, aku ingin turun ke bumi bersama Amigo. Aku ingin bertemu dengan manusia-si-makluk-egois, betapa beruntungnya mereka menjadi makluk tersempurna. Pemilik segala perasaan. PemiliK banyak pilihan. Tuan bagi pelayanan kami. Betapa inginnya kami menjadi manusia. Merasakan hidup yang sebenarnya. Menjadi buruk dan baik karena sebuah pilihan bukan karena sebuah takdir seperti yang kami jalani sekarang.