Minggu, 03 Oktober 2010

dongeng waktu kecil

Salah satu hal yang kusukai dalam hidup ini adalah melihat rangkaian huruf-huruf tersusun rapi dalam bentukan kalimat-kalimat yang menarik. Jutaan kali aku membaca , rasanya tetap saja adaa hal-hal baru yang aku jumpai dalam dalam setiap bacaan. Bahasa tidak mempunyai keterbatasan, tapi manusia yang selalu punya keterbatasan dalam mengungkapkan bahasa.



Setiap hari aku selalu mendapat jatah dua dongeng saat TK, tidur siang adalah jatah papah yang mendongeng. Papa selalu membacakan cerita dalam majalah Jayabaya sebagai pengantar tidur, saat itu keluargaku berlangganan majalah jayabaya,Majalah lokal khusus bahasa jawa. Didalam jayabaya biasanya ada halaman khusus tentang dongeng anak-anak. Aku dan adikku yang berumur 3tahun suka sekali mendengar cerita papa. Sebenarnya aku juga mempunyai satu adik bayi lagi berumur beberapa bulan, tapi sepertinya dia tidak masuk hitungan karena hanya bahasa bayi yang dimengertinya.Waktu itu aku sedikit bingung, bagaimana caranya para pendongeng mengetahui cerita dari para hewan-hewan lucu itu? Bukankah bahasa manusia dan hewan berlainan?



Jatah dongeng keduaku adalah saat tidur malam, tapi kali ini giliran nenek yang mendongeng. Nenek adalah orang yang paling banyak mempunyai koleksi dongeng. Tokoh utama favorit nenek adalah kepiting, entah mengapa dalam dongeng-dongeng nenek kepiting selalu menang melawan kancil,buaya,manusia atau raksasa. Semoga tidak ada kecemburuan sosial yang terjadi di dunia hewan.



Terkadang saat nenek mendongeng aku berdebat dengan adekku, dia merasa bahwa kepiting itu bewarna biru dan membawa pistol ditangannya. Sedang aku sendiri yang kala itu sudah lebih dewasa dari dia dan sudah pernah melihat gambar kepiting di buku gambar TK berpendapat bahwa kepiting bewarna merah dan tidak membawa pistol. Kami tidak ada yang mau mengalah, tapi di ujung pertengkaran kami adekku selalu menangis. Dan nenekku selalu membela. Ya, terkadang manusia itu suka membela yang kasihan daripada yang benar.



Dalam keluargaku ini, mama duduk di bangku cadangan dalam soal mendongeng. Mama hanya berperan saat papa atau nenek sedang tidak bisa mendongeng. Dongeng mama selalu punya ciri khas. Mama lebih suka mendongen tentang akhirat daripada hewan-hewan lucu. Dalam dongennya hewan-hewan lucu itu selalu tidak diceritakan di akhirat. Mereka hidup merdeka dalam akhirat. Nabi-nabi juga sering diceritakannya. Saat mama menceritakan tentang nabi sulaiman yang dapat berbicara dengan para hewan, aku merasa bahwa semua pendongeng itu adalah nabi sulaiman. Nenekku adalah nabi sulaiman khusus kepitiing. Jika hanya iberdua denganku mama lebih suka bercerita tentang hukuman di neraka, mungkin mamaku berharap agar aku lebih berani hidup di dunia karena neraka itu lebih kejam. Namun, bukannya insaf, aku malah bingung. Di umurku yang 5tahun, neraka di luar batasan pemikiranku. Itulah sebabnya aku lebih suka cerita tentang hewan-hewan lucu.



Jatah dongeng yang kudapat menjadi berhenti saat aku mulai kelas 4SD, saat itu aku diberi kamar baru. Mulai diharuskan untuk tidur sendirian dan pulang sekolah sesudaah dongeng selesai dibacakan. Saat itu umurku sudah 9 tahun, adekku dulu sudah 7tahun dan adek baruku umur 5tahun. Posisiku mulai digantikan dengannya.



Sekarang umurku sudah 19 tahun, dan adekku paling kecil sudah 15tahun. Tidak ada dongeng lagi, tidak ada cerita pengantar tidur lagi. Keluarga kami sudah tidak berlangganan majalah jayabaya, nenekku bahkan sudah lupa bahwa dulu dia mengidolakan kepiting. Adekku sudah tahu bahwa kepiting bewarna merah dan tidak membawa pistol.Semuanya telah berlalu tanpa disadari. Menjadi begitu berharga saat sudah terlewati.