Rabu, 07 Juli 2010

Aku Berpikir Sebelum Tidur

Tik tok tik tok tik tok.......jarum dikamar ini masih berdetak dengan bunyi yang sama semenjak aku sadar bunyi jam untuk pertama kalinya. Sesaat aku menyumpahi segala hukum alam yang menyebabkan malam menjadi gelap, menyumpahi takdir yang mengharuskan di malam hari kita harus tidur, menyumpahi bulan yang seenak udelnya menutup matahari, menyumpahi keberuntungan manusia-manusia dibelahan bumi lainnya sehingga dapat menikmati siang.

Malam semakin merambat menjadi pagi, hanya ada 2 bintang yang terlihat di langit. Aku berani bertaruh bahwa itu adalah venus dan satu lagi mungkin sebuah petromaks yang dibuang oleh astronout saat melakukan perjalanan keluar angkasa dan merasa membawa beban yang terlalu berat. Seperti pada malam-malam sebelumnya, aku tidak bisa tidur sebelum pukul 2.00 pagi. Hiburan satu-satunya adalah menikmati venus dan “petromaks” . Sesekali aku juga menyumpahi para astronout itu. Aku menyumpahi kebodohan mereka itu dapat membakar langit.

Saat umurku 4 tahun, ayahku sering bercerita tentang berdoa lebih baik dilakukan saat malam-malam, karena pada saat itu banyak malaikat yang akan datang ikut mendoakan terkabulnya doa kita. Dulu aku percaya. Sekarang tidak. Apakah malaikat itu semacam vampir yang hanya datang dimalam hari dan takut matahari? Kalau begitu malaikat bukan temanku,aku tidak suka malam hari. Malam yang sepi, malam yang gelap, malam yang dingin...bagiku itu semua memuakkan.

Makluk macam apakah kau malaikat? Apakah cahaya petromaks yang membuatmu tercipta? Beri aku sedikit waktu untuk memahami dirimu. Memahami keberadaanmu yang terlahir dari sebuah cahaya petromaks. Apa yang membuatmu begitu nampak istimewa bagi beberapa diantara kami? Mengapa dirimu tidak pernah terlihat istimewa bagiku?

Aku ingin sekali berjumpa denganmu malaikat, lalu mengajaknya minum teh di suatu sore. Ingin kuceritakan gosip-gosip yang beredar dikalangan para manusia tentang dirinya. Aku ingin menceritakan mantan pacarku yang selalu memanggilku “My angel”, lalu menambahkan embel-embel “sempurna”. Tidak ada dasar apapun yang menyebabkannya pantas menjadi makluk sempurna. Manusialah makluk tersempurna yang diciptakan Tuhan. Jadi, saat dirinya diharuskan menyembah manusia, kenapa aku harus memujanya? Enak saja.

Malam semakin pekat, belalang kupu-kupu pun sudah malas pergi. Aku merasa seperti Bandung Bondowoso yang sedang dipusingkan oleh permintaan candi dari Roro Jonggrang, Seperti seorang Nabi yang pusing memikirkan umatnya yang makin mendekati maksiat, seperti Yesus yang esok paginya akan disalib dan seperti seorang religius yang ketakutan menjadi atheis.

Satu,dua,tiga,........................,sembilan,sepuluh. Ternyata untuk kesekian kalinya aku tahu bahwa jari-jari tanganku ada sepuluh. Setiap hari, sehari minimal 2x kuhitung-hitung jumlah jariku, aku takut jika jariku bertambah banyak atau suatu hari nanti aku sadar bahwa jumlah jari tanganku sebenarnya adalah 12 dan yang 10 selama ini hanyalah ilusi, ilusi yang terlahir dari harapanku berjari-jari 10. Hidup ini juga terkadang tampak ilusi bagiku, ilusi yang membenamkanku dalam satu pilihan antara bahagia dan sedih.

Setiap malam, selalu kuhabiskan waktu dengan berpikir. Berpikir adalah hal paling menyenangkan yang bisa kulakukan, memutuskan adalah keajaiban paling indah yang bisa kulakukan (aku yakin makluk cahaya “petromaks” tidak bisa melakukan hal ini). Entah mengapa, seberapa kerasnya aku membenci malam, aku merasa terkadang aku ini menjadi sangat pintar di malam hari dan juga sangat cantik. Cahaya malam mengaburkan noda wajah dan memberi efek melankonis pada wajahku. Sepotong bulan tanggal 5 sudah cukup bagus untuk merubahku menjadi cantik.

Lalu aku mulai berpikit tentang citaku-citaku menjadi duta PBB, membagi-bagikan nasi bungkus isi ayam goreng, kenapa harus ayam goreng??tentu saja karena ayam goreng makanan termewah, setidaknya di kampungku. Setelah itu, aku akan membagi baju untuk anak-anak yang kurang mampu. Tapi, setelah kupikir-pikir aku merasa seperti orang yang mendadak baik di bulan Ramadhan. Mendadak alim, mendadak dermawan dan mendadak penuh kasih sayang kepada anak-anak yatim. Seperti sekelompok orang yang berbuat baik harus menunggu keputusan dari kelompoknya dulu. Setelah itu aku merasa bahwa PBB tidak semiskin itu tapi PBB hanya akan menyumbang jika kita sudah benar-benar miskin dan sekarat sambil mengiba-iba meminta air dengan tubuh yang sudah divonis kurang gizi.

Aku harus segera tidur, besok aku harus kembali ke sekolah. Berpura-pura nyaman dengan sistem pendidikan yang mengaharuskan rutinitas. Aku sudah capek berpikir. Besok jika aku sudah besar , aku ingin membuat sistem pendidikan yang tidak berpatok pada rutinitas. Mungkin aku perlu memasukkan kurikulum “berpikir” dalam jadwal pelajaran, dimasukkan dalam jadwal piket juga tidak apa-apa. Nantinya para murid-murid harus berpikir, berpikir apa saja, berpikir sampai batasan kita tidak bisa memikirkannya. Lalu berpikir lagi sampai menemukan jawabannya.

4 komentar: