Sabtu, 10 Juli 2010

Alvin Si Malaikat II

Hari ini adalah hari yang benar-benar kunantikan. Aku menginginkan hari ini lebih dari hari-hari sebelumnya. Hari ini aku dan Amigo berjanji untuk bertemu di sudut surga ini untuk bersama-sama menemui T uhan. Kami ingin meminta keadilan kepada Tuhan, mengapa memberi manusia-si-makluk-egois dengan cinta, sesuatu yang bahkan kami para malaikat si-makluk-suci tidak pernah merasakannya. Rasanya mulai ada kesenjangan sosial diantara kaum malaikat dan kaum manusia.

“Amigo, jika kamu nanti bertemu Tuhan, kamu harus bersikap sopan. Tuhan sudah cukup sibuk mengurusi manusia-manusianya” kataku pada Amigo sebelum sampai pada Rumah Tuhan

“jadi Tuhan pasti lebih tidak menyenangkan. Harus mengurus malaikat, manusia , setan dan ciptaan lainnya. Lalu siapa yang akan mengurus Tuhan?” kata Amigo lirih

“sst...... jangan bicara seperti itu, kita bisa dibilang sesat oleh malaikat lain hanya karena menanyakan esensi Tuhan”kataku setengah berbisik

Untuk menuju rumah Tuhan tidaklah sulit. Kami mempunyai sayap bewarna putih yang tidak membutuhkan charger , bisa digunakan kapan saja. kami melewati hamparan rumput bewarna hijau yang begitu luas, melewati barisan pekerja surga memasang batu ruby pada gerbang-gerbang istana, dan melewati bidadari surga yang cantik.

Amigo dulu pernah bercerita padaku bahwa para manusia yang berjenis kelamin pria begitu mendambakan para bidadari surga. Terkadang ada sebagian dari mereka yang sangat berniat masuk surga karena mendambakan para bidadari ini. Jadi bagaimana jika mereka tiba di surga nanti tidak menemukan bidadari yang mau dengannya? Mungkin mereka juga ingin menemui Tuhan untuk meminta keadilan, seperti yang kami lakukan sekarang.

Tak terasa sudah cukup lama kami melakukan perjalanan ke rumah Tuhan, kami segera masuk ke dalam, kami melihat Tuhan juga sedang menunggu kami.

“hai, para malaikatku. Aku sudah menunggu kalian, katakan apa yang kalian inginkan” kata Tuhan dengan suara yang membuat aku bergetar

Aku tahu, Tuhan pasti berpura-pura tidak tahu.

“Tuhan, aku dan Alvin ingin menjadi manusia. Kami ingin mempunyai cinta, sebuah rasa yang hanya bisa dimiliki oleh manusia. Kami cemburu kepada manusia yang Kau beri banyak pilihan. Manusia dibiarkan menjalani hidup sesungguhnya dan memahami banyak hal. Namun , mengapa kami hanya ditakdirkan menjadi hanya menjadi pelayan dari manusia-manusia yang egois itu. Kapan kau memberikan kesempatan kami untuk menjadi manusia?” seluruh isi hati Amigo keluar lancar dari bibirnya.

“tentu saja, itu tidak mungkin kulakukan. Kalian para malaikat begitu berbeda dengan manusia. Kalian mungkin merasa bosan berada dalam surga ini. Namun, tanggung jawab yang dipikul oleh anak adam sangat berat. Semenjak dia dilahirkan, manusia sudah dituntut untuk belajar, manusia dituntut menjalani hidup sebagai peran yang telah ditakdirkan. Mereka adalah makluk paling sempurna yang kuciptakan. Namun, derajat mereka bisa lebih rendah dari hewan sekalipun” Tuhan mencoba menjelaskan

“tapi aku menginginkan cinta,Tuhan” kataku mulai putus asa

“apa gunanya cinta untuk kalian? tanpa cinta malaikat sudah bisa hidup damai. Sedang manusia dengan cintapun masih hidup dalam permusuhan. Aku hanya akan memberi apa yang kalian butuhkan bukan apa yang kalian inginkan. Kembalilah bertugas, aku sedang sibuk sekarang” kata Tuhan dengan muka sedikit kesal.

Kami akhirnya meninggalkan Rumah Tuhan dengan hati tertolak, kami harap suatu hari nanti Tuhan akan sadar dan memberi kesempatan pada kami untuk jadi manusia dan diperbolehkan merasakan cinta.

Gesekan-gesekan daun dan ranting surga menimbulkan irama yang begitu indah. Denting musik dari bambu taman seolah memberikan sebuah kekuatan agar kami tetap bertahan tinggal di surga, menjalani hari-hari sunyi sebagai malaikat.Sungai madu masih saja terlihat begitu lezat.

Setelah itu kami tidak pernah menemui Tuhan lagi. Amigo juga tidak pernah menceritakan tentang manusia apalagi membawakan aku energi cinta. Sampai suatu hari Amigo datang lagi sambil membawa sesuatu.

“semoga saja ini energi cinta” harapku cemas

“Alvin, aku membawakan kamu sesuatu”katanya berteriak bahagia

“apa itu? Energi cintakah?”diriku dipenuhi rasa penasaran, kubuka bungkusan itu dengan cepat

“itu adalah energi doa, itulah yang menghubungkanku dengan manusia dibumi, saat mereka berdoa aku membantu doa-doanya agar mencapai langit. Dan Tuhan bisa mengabulkan doa mereka. Jika suatu hari nanti kamu menginginkan menjadi manusia lagi. Tengoklah sedikit ke bawah surga, akan banyak benda seperti ini. Itulah doa. Ambil doa yang penuh dalam cinta dan masukkan ke surga. Nantinya surga akan dipenuhi cinta dan kamu tidak akan merasa kesepian disini” Amigo bercerita dengan mata yang berbinar-binar, sepertinya dia benar-benar bahagia kali ini

Semenjak itu setiap ada energi doa yang datang ke bawah langit surga, aku membawanya ke dalam surga. Aku benar-benar ingin surga dipenuhi oleh energi cinta. Dari energi cinta manusia aku merasakan pula apa yang mereka rasakan. Manusia makluk yang penuh cinta, juga penuh benci. Pengidap penyakit serakah. Dan sulit sekali disembuhkan.

Suatu hari nanti, aku ingin turun ke bumi bersama Amigo. Aku ingin bertemu dengan manusia-si-makluk-egois, betapa beruntungnya mereka menjadi makluk tersempurna. Pemilik segala perasaan. PemiliK banyak pilihan. Tuan bagi pelayanan kami. Betapa inginnya kami menjadi manusia. Merasakan hidup yang sebenarnya. Menjadi buruk dan baik karena sebuah pilihan bukan karena sebuah takdir seperti yang kami jalani sekarang.

2 komentar:

  1. apakah manusia menjadi jahat karna memilih menjadi jahat? ga ada seorang pun yang ingin menjadi jahat..
    manusia juga tak memiliki banyak pilihan, bahkan manusia tidak bisa memilih untuk tidak dilahirkan..
    L.N

    BalasHapus
  2. pada awalnya memang manusia tidak ada yang mau jadi jahat.
    ada yang jadi jahat karena terpaksa ada yang memang karena pilihan.
    manusia selalu diberi kesempatan untuk menjadi baik, untuk merenungkan apa yang dia lakukan, untuk selalu melakukan perbaikan diri.
    namun, tidak semua manusia mau mengambil kesempatan itu.
    mereka memilih menyalahkan keadaan daripada memperbaiki.

    BalasHapus